Foto Wisudawati di Makam Orangtuanya Ini Memang Terlihat Biasa, tapi Kisah Dibaliknya Bikin Haru

loading...
loading...

Sebuah foto seorang wisudawati berfoto lengkap mengenakan toga di makam kedua orangtuannya ini baru-baru saja beredar di media sosial.


Sekilas potret wisudawati yang berdiri di tengah makam ayah dan ibunya ini memang tampak biasa saja.



Namun siapa sangka, kisah di baliknya bikin warganet haru hingga meneteskan air mata.



Potret wisudawati itu menjadi viral usai yang bersangkutan membagikan kisah perjuangan hidupnya meraih gelar sarjana tersebut.



Melalui akun Twitternya @shewasokay atau sebut saja EL, mengungkapkan bagaimana ia dahulu sempat dianggap gila, namun kini mampu menjalani kehidupannya meski tanpa kedua orangtuanya.



Sosok sarjana muda asal Negeri Jiran, Malaysia ini telah ditinggal oleh kedua orangtuanya sejak ia masih belia.



Ibunya meninggal sejak 17 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 28 Agustus tahun 2000 lalu.



Siapa sangka ia harus kehilangan ayahnya yang menghembuskan nafas terakhir pada 22 Juni 2006 lalu ketika ia masih berusia 10 tahun.



Ia merupakan anak tunggal, kepergian kedua orangtuanya tentu saja membuatnya hidup sebatang kara.



Sebenarnya ia masih memiliki seorang kakak tiri, anak dari ibunya dengan suami pertamanya, tapi tidak bisa diharap.



Sedangkan EL merupakan anak tunggal hasil pernikahan ibunya dengan suami keduanya.



Selepas kepergian kedua sosok orangtuanya, pamannya mengirim EL ke sebuah panti asuhan di daerah Ampangan, Seremban, Malaysia.





Di Panti Asuhan Darul Aminan itu menjadi rumah baru bagi EL untuk bertahan hidup.



Saat itu pamannya berjanji akan membawanya keluar ketika EL berusia 12 tahum



"Aku terus menunggu, tahun pertama hingga tahun kedua, dan paman tak kunjung membawaku ke luar dari panti asuhan," kicau @shewasokay.



Hingga akhirnya EL sudah terbiasa untuk tidak pulang ke kampung halamannya.



Padahal jarak antara rumah dan panti asuhannya itu terbilang dekat.



Meski melihat kawan-kawan sepantinya pada berlibur pulang ke rumah mereka, namun EL berusaha ikhlas menerima kondisinya dan bersyukur atas karunia Allah.



"Pemilik panti asuhan di sana kami memanggil mereka dengan sebutan Mama dan Ayah. Awalnya saya tidak biasa memanggil sebutan itu, karena saya merasa sakit dan depresi rindu akan kedua orangtua ku," ungkapnya.



Ia benar-benar hidup sebatang kara di Seremban. Keluarga ayah tirinya jarang mengunjunginya.



Mereka baru akan datang ketika EL menelpon, dan membawanya jalan-jalan.



EL menghabiskan masa ciliknya penuh dengan perjuangan keras. Ia menjadi korban bullying oleh kawan-kawan separantarannya.



"Saya punya bekas luka. Saat saya duduk di bangku SD, teman-teman selalu mengejekku. Mereka bilang aku miskin, bau dan tidak punya ayah pula," sebutnya.



Bahkan EL dulu sempat disebut gila usai kepergian sang ayah.



"Seminggu setelah kepergian Ayah, saya masih lupa kalau ayah sudah meninggal. Saya menunggu Ayah menjemputku setelah pulang sekolah," tulis EL.



Karena tak lagi memiliki orangtua, EL pun harus memminjamkan sepedanya pada anak-anak kampung yang nakal, lantaran tak ada sosok ayah yang akan melindunginya.



Puncaknya ia dipanggil gila ketika EL menerima hasil Ujian Akhir Sekolah Dasar.



"Saat itu saya dapat nilai bagus di matapelajaran IPA, saya sangat bahagia dan pergi menelpon di wartel, saya menekan nomor ayah saat itu," ungkapnya.



Melihat tingkahnya yang belum bisa melupakan sang ayah, EL pun ditertawai oleh teman-temannya.



Bahkan ada seorang dokter yang mengatakan bahwa EL terus berhalusinasi tentang insiden yang menimpa keluarganya.



Maklumlah karena saat itu EL masih sangat cilik.



Kematian sang bunda sangat terbesit di ingatan EL.



"Kecelakaan itu terjadi di malam hari. Saya menjadi saksi hidup yang melihat kecelakaan itu. Mama ditabrak dua kali yang pertama oleh mobil dan kedua oleh truk. Hanya Allah yang tahun apa yang menimpa saya. Saya hanya bisa terdiam saat itu," kicau EL.



Meski EL melihat dan menjadi saksi namun pihak kepolisian tidak mempercayai keterangannya itu.



Bahkan polisi mengungkapkan jika EL hanya mengarang kisah itu dan sebatas halusinasi belaka.



Pada saat itu EL menderita luka koyakan pada bagian dagu dan mulutnya. Ia bahkan harus mendapatkan 20 jahitan.



Berikut ini gambar terakhir EL bersama sang bunda.




Beda cerita mengenai sang ayah, ayahnya meninggal karena penyakit yang dideritanya.



Ayahnya terjatuh saat berada di kamar mandi dan langsung menghembuskan nafas terakhir saat itu.



Sejak kepergian dua orang yang dicintainya, EL rutin mengunjungi makam orangtuanya, saat memperingati ulangtahun ayah dan ibunya atau memperingati hari ulang tahunnya.




Karena sudah mengalami banyak pengalaman buruk, EL pun menyemangati dirinya sendiri untuk terus bertahan hidup.



"Pesan saya, apapun yang terjadi, meskipun nyawaku yang menjadi taruhan, kemana pun aku pergi, ku akan selalu membanggakan ayah dan ibu hingga saya mati," akunya.



Lalu bagaimanakah EL bisa menyelesaikan studinya tanpa bantuan kedua orangtuanya?



Ternyata selama ini ia telah menjalani hidup yang sangat ketat dan sederhana guna mewujudkan impiannya.



Ia telah menabung selama 7 tahun di panti asuhannya yang menjadi modal untuk biaya kuliahnya.



Namun uang tersebut belum cukup dan hanya mampu untuk membiayai kuliahnya hingga semester 3.



Bukan tanpa alasan pasalnya EL kuliah di jurusan seni yang membutuhkan uang banyak untuk membeli bahan praktek.



Semua biaya kuliah ia tanggung sendiri termasuk biaya hidupnya seperti uang makan dan keperluan lainnya.



El juga meminjam dana yang berasal dari pemerintah melalui Perbadanan Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN), ia mendapatkan dana sebesar 1.000 ringgit untuk satu semester.



Uang tersebut digunakannya untuk membeli peralatan penunjang kuliahnya terlebih dahulu lalu keperluan pribadinya.



Memasuki semester 4 dan 4 ia sepenuhnya mengandalkan uang dari PTPTN.



Pada awal bulan ia masih bisa hidup terpenuhi, namun memasuki pekan ketiga ia harus berpuasa.



"Saya pernah tidak makan nasi hampir seminggu. Saking seringnya saya sampai lupa kapan makan nasi terakhir kalinya, tapi beruntung ada teman kuliahku. Mereka yang belanja, aku biasa ditawarinya, Alhamdulillah," ungkap EL.



Tak hanya teman-temannya, paman, sepupu termasuk dosennya juga kerap memberinya makanan setiap kali dia kehabisan uang.




Namun hal itu tak berlangsung lama, ketika ia memasuki semester 5 atau semester akhir ia tinggal sendirian di kost.



Kalau sedang kere-kerenya ia hanya makan mie maggie dan biskuit di dalam kamar.



Beruntung semua hasil kerja kerasnya itu membuahkan hasil menyenangkan.



Ia berhasil lulus dan mendapatkan gelar sartjana dari Universiti Teknologi MARA, Malaysia.



Kisah yang ia bagikan di akun Twitternya itu tak ayal mampu mengaduk emosi para warganet yang membaca.



Bahkan warganet ada yang terinspirasi bahkan mengaku menangis membaca kisah hidupnya.



"Air mata meleleh baca ni, semoga tabah dan terus berjaya," sahut @DianaDors_.


loading...
loading...
close